Friendship

Friendship
Friendship

Into the Wild

Adventure

Jumat, 26 April 2013

0 Melihat dengan Mata dan Pikiran



Kita melihat dengan mata dan kita melihat dengan pikiran. Melihat dengan pikiran disebut halusinasi atau imajinasi. Melihat dengan keduanya kita menemukan gambaran yang komprehensif atas suatu benda atau suatu hal. Manusia yang melihat hantu sebenarnya mereka sedang melihat ketakutannya sendiri, manusia yang sedang melihat lawan jenis yang sexy, menarik, mereka sedang melihat hasratnya sendiri. Keistimewaan otak manusia bukanlah kemampuannya untuk melihat segala sesuatu sebagaimana adanya secara objektif, namun kemampuannya untuk melihat tidak sebagaimana adanya. Karena gambaran objektif yang diperoleh mata diolah otak dan ditampilkan sebagai apa yang kita lihat dan persepsi. Dan uniknya sebagian besar informasi yang diperoleh otak untuk berpikir diperoleh melalui organ mata, bahkan otak berpikir dengan gambar dan bukan dengan bunyi atau bau. Ketika ada informasi berupa bunyi atau aroma, otak akan mempersepsi dengan gambar sebagai bunyi apa atau bau apa. Ketika ada pernyataan "tidak ada manusia bertangan delapan" maka otak sudah mempersepsi manusia dengan tangan delapan.
Lalu bagaimana manusia memperoleh informasi yang benar? Dengan menggabungkan seluruh indera dan kemampuan analisa otak, kita akan memperoleh informasi yang mendekati kebenaran. Ini merupakan salah satu problem filosofi yang dikemukaan oleh Bertrand Russell dalam bukunya the problems of philosophy. Indera manusia sangat terbatas, apa yang kita lihat, ketika dilihat dibawah mikroskop ternyata sangat jauh berbeda, benda yang halus, ternyata kasar, garis lurus ternyata bergerigi dan tidak lurus sama sekali, warna yang kita lihat tidak seperti warna yang tampak dari mikroskop. Karena itu, kebenaran manusia bukanlah kebenaran objektif, namun kebenaran perspectif. Yaitu benar pada taraf tertentu. Jadi segala yang kita lihat, dengar, rasakan, hanyalah imajinasi kita sendiri pada titik tertentu. Mereka bukanlah mereka apa adanya secara objektif, mereka adalah persepsi kita secara subjektif.

0 Important Issues



To know yourself is to know your world
Full is empty. To fulfill their life, many people work hard to get recognition from other people, and still it’s empty, always nothing. Every day, lots of people crowd the road to get what they think will fulfill their life, their time, their energy, and in the end of the day, they still feel empty. What is full for other people maybe it’s nothing for another one.
Reason to give up
We’ll find one no matter what, the reason to give up. If we keep going on whatever we pursue, we’ll get it no matter what, no matter how. But we give up just because it is stupid to keep pushing while we find no reason to do so. It’s hard to believe something we can’t see with our eyes and with our mind.
Mindfulness
Conscience is the most important thing in this life. If we don’t have it, we don’t have anything. Without conscience, people are just machine that keep doing something to keep alive. When the energy has gone, it’s off.
Freewill and freedom
We have to believe that we have one. What we do and what others do are what happened in history, it hasn’t been designed before and no purpose. Life is random because every single human being has freewill and therefore freedom. Is there any choice how we react to events? How we react to the biggest law that we have to eat to survive, that we have to have sex to birth the next generation. Do we have choice at all? Or we just follow the rule.
Justice
In a justice world, good things happen to good people, bad things happen to bad people. What is the right thing to do? Justice is the life-time issue; can a man just to himself? To do what is right not because it is good, because it is just; it is the purpose of the existence.

Rabu, 24 April 2013

0 utopia, kekuasaan dan tuhan

by Nasirun Khan (Notes) on Monday, September 26, 2011 at 11:26am
manusia tidak mengenal dirinya, apalagi mengenal tuhan. segala keterangan dan konsep tentang tuhan diperkenalkan melalui kitab suci berbagai agama yang berbeda-beda. orang yang menolak konsep tentang tuhan itu disebut atheis, orang yang memiliki konsep yang berbeda dari mainstream dikatakan tersesat.
ketika berbicara tentang agama, kita tidak selalu berbicara tentang tuhan. agama adalah ritual dan prosedur, tuhan adalah transenden dan imanen. bila melihat dari perspektif sejarah, konsep tentang agama maupun tuhan terus berubah seiring dengan peradaban manusia. dari anemisme-dinamisme, politheisme, hingga monoteisme, keyakinan tentang tuhan didominasi oleh mainstream yang sedikit banyak berhubungan dengan politik dan kekuasaan.
terlepas dari konsep atau aliran mana yang benar, perdebatan dan pertikaian yang melelahkan tentang tuhan tidak berhenti setelah peradaban manusia semakin maju sekarang, justru ada kecenderungan intoleransi yang semakin kuat. Mark mengatakan religion is opium of society, agama tidak memberi pencerahan namun justru menjadi masalah yang tidak jelas pangkal dan ujungnya.
seorang filsuf dan sastrawan rusia, leo nikolaef tolstoi, mencoba memperkenalkan pluralisme agama menjawab pertikaian agama saat itu melalui karyanya yang berjudul "the caffee house of surat". akan tetapi, seperti upaya-upaya dialog antar agama yang dilakukan sejak dahulu, usaha itupun seperti memberi garam di lautan.
yang menjadi masalah, mengapa agama menjadi isu sosial dan bukan isu indifidual?

tuhan
"tuhan sudah mati" demikian pernyataan Nietscze yang sangat terkenal dalam karyanya "thus spoke zarathustra". dikatakannya bahwa manusia hanya hidup di dunia ini dan tidak hidup di dunia khayalan yang disebut akhirat atau apapun janji-janji hidup sesudah mati yang disebutkan agama mayoritas saat itu. kehidupan ini berawal dan berakhir di sini, didunia yang bisa kita raba dan kita logika. oleh karenanya manusia harus bertanggungjawab atas dirinya sendiri. karen armstrong dalam bukunya "sejarah tuhan" mencoba menelusuri riwayat tuhan dalam agama-agama mayoritas dari waktu ke waktu. segala kisah tentang tuhan dikatakan bersumber dari mitos-mitos yang selalu hidup dalam masyarakat bersangkutan. sekali lagi, usaha ilmiah dan rasionalisasi tentang tuhan akan dipandang sebagai bentuk kesesatan dalam agama mayoritas. sementara itu, dogma yang diajarkan agama dianggap sebagai kebenaran sejati yang tidak perlu diusik dan dipertanyakan.

manusia
tujuan hidup manusia adalah kesenangan dan kekuasaan, ini adalah pendapat Nietscze dalam konsepnya ubermench (manusia super). pandangan ini kemudian diadopsi oleh hitler untuk menyingkirkan orang-orang yang tidak 'berguna' dalam masyarakat. seperti halnya plato yang mengimpikan negara ideal (utopia) dengan model sparta, hitler juga mengimpikan negara yang kuat dan sempurna sebagai perwujudan pandangan ini. yang terjadi di sparta dan jerman masa hitler sedikit banyak menggambarkan bahwa manusia adalah makhluk tidak rasional. manusia tidak dapat menolak kekuasaan dan kesenangan. agama, pada sisi yang lain juga menunjukkan minatnya pada kekuasaan, misalnya di eropa yang kemudian terkenal dengan abad kegelapan, dimana penemuan-penemuan ilmiah dianggap sebagai pandangan yang menentang otoritas gereja dan orang-orang seperti galileo dihukum mati dengan alasan menyebarkan fitnah dan penghujatan agama. masa kekhalifahan islam juga kurang menunjukkan keberhasilannya dengan pertumpahan darah karena perebutan kekuasaan dimana Ali ditikam di masjid dan Husain dipenggal dikarbala oleh orang islam sendiri, hingga saat ini pertumpahan darah di kalangan umat islam karena perbedaan paham masih sering terjadi. adalah naif untuk mengatakan bahwa tujuan manusia adalah untuk mengabdi pada tuhan, kecuali yang dimaksud tuhan adalah kekuasaan. akan tetapi manusia bukan hanya makhluk sosial, tetapi juga makhluk indifidu, dengan demikian stereotipe tidak berarti semua manusia sama. ada orang-orang seperti antisthenes (murid socrates) yang menyatakan, "i'd rather mad than please, the end of existence is not pleasure but virtue, pleasure is not only unnecessary but it's positive evil." menurutnya, tujuan eksistensi manusia bukanlah kesenangan, melainkan kebaikan. inilah yang sementara ini belum ditunjukkan oleh generasi-generasi dan agama-agama yang ada.

banyak orang akan terang-terangan menentang konsep manusia super ala nietscze, sebaliknya saya melihat gagasan itu sebagai kritik pedas terhadap manusia yang selalu menunjukkan sikap egois, menindas sesama demi kesenangannya sendiri dan membunuh tuhan dengan sikap hidup hedonis yang disangkalnya melalui kata-kata, ditutupi dengan ritual-ritual agama, dan kemunafikan. nietscze berkata bahwa tuhan sudah mati, akhirat adalah omong kosong, tujuan manusia adalah kekuasaan dan senang-senang, semua ini mencerminkan kehidupan banyak orang saat ini.

0 Less is more

by Nasirun Khan (Notes) on Saturday, October 8, 2011 at 8:16am
Believe it or not, possession is a burden. More possession won’t give you peace nor fulfillment. Keep all your stuffs and your life will be busy to manage it. A man can survive with a gulp of water and a bite of bread, why should he wants more? Greedy.
Nomadic people don’t have anything. They don’t have houses. They have a plenty time for family, friends, to play, hunt, enjoy life. They do what they really want.
Now people are doctrined that the purpose of life is to be rich, plenty of stuffs, consume more and more. Social admission, external validation, success, having and consuming more than other people. They don’t really care about global warming, pollution, hunger, war, desease. What they care is television 100 channels, new computers, fashion, and so on. They are consumers. They live to consume and consume, to be dictated by market.
They have to pay so much for such living style. They work 8-14 hours a day 6 times a week. They feel depressed but they do not have a choice. They never do what they really want. “Only rich can do what they want” they think, therefore they have to be rich, work harder and longer. Actually when they get rich, still they can’t do what they really want. They have to manage their business carefully. Business competition is tight. Now they can’t even blink an eyes and relax for their business can collaps anytime and all their effort to get their possession  will be vanish. They envy common people for their life not so complicated, just work and get paid and relax in week ends with friends and families. After being rich, they have power, they have money, but still they do not have freedom. Everything is on schedule. They sleep in luxury bed with a beautiful supermodel, but they feel no peace nor fulfillment. Their smile is fake and their relation is merely a transaction. They feel unhappy deep within without knowing why. Their pig-like-body fails them to satisfy their wife on bed. More stuff make them less happy.

0 Kebahagiaan, Sebuah Ilusi

by Nasirun Khan (Notes) on Thursday, October 6, 2011 at 10:54am

Sebuah konsep, ide, gagasan yang mempengaruhi hidup begitu banyak orang, menjadi tujuan, mimpi, cita-cita makluk yang bernama manusia. Kebahagiaan.

Menurut survei, ada dua hal yang paling sering muncul yang membuat orang bahagia;pekerjaan dan cinta. Menurut Daniel Kahneman, salah seorang peraih nobel, studi tentang kebahagiaan dapat dianalisa melalui dua gagasan, pengalaman dan memori. pengalaman bahagia dan memori bahagia merupakan sesuatu yang sangat berbeda. Misalnya ketika seseorang menikmati sebuah lagu yang indah selama 10 menit, kemudia diakhir lagu tersebut terdapat kerusakan pada CD nya, maka pengalaman bahagia selama 10 menit itu pun ikut hancur oleh beberapa detik kerusakan di akhir lagu. Dengan demikian akhir sangat menentukan. Menurut Paul Bloom, salah seorang dosen psikologi di Yale Univesity, kebahagiaan manusia itu tidak sensitif oleh keadaan. Kebahagiaan tidak akan banyak berubah meskipun seseorang mengalami peristiwa yang besar (baik menyenangkan maupun menyedihkan) dalam hidupnya. Kebahagiaan tersebut pada waktu tertentu yang tidak begitu lama akan kembali pada level kebahagiaan orang tersebut seperti sedia kala. Seorang periang yang dipenjara akan tetap menjadi orang yang periang, seorang pemurung yang memperoleh kekayaan yang besar juga akan tetap menjadi pemurung setelah beberapa waktu.

Tujuan hidup manusia adalah kebahagiaan, dalam istilah Nietsze, kekuasaan dan kesenangan. Semua agama menyodorkan surga (baca:kebahagiaan) kepada penganutnya yang taat. Dari sisi memori dan pengalaman sendiri, yang mana memori mengungguli pengalaman, kebahagiaan (dengan demikian) hanyalah ilusi. Dan karena kebahagiaan itu tidak banyak berubah apapun yang terjadi, maka bila seseorang tidak bahagia dengan keadaannya sekarang, maka ia tidak bahagia apapun keadaanya kemudian di masa mendatang. Kebahagiaan ini membentuk sebuah track di otak manusia yang kemudian memberikan bentuk fisik seseorang tersebut, mempengaruhi bentuk rahang, postur, dan sebagainya.

Banyak orang mengira bahwa kekayaan adalah sumber utama kebahagiaan. Kebahagiaan memiliki paradoksnya sendiri. Apapun yang disebut "kebahagiaan" atau "kesenangan" levelnya akan menurun setelah diperoleh dan menjadi sesuatu yang biasa bila dipenuhi terus-menerus. Pada akhirnya orang yang mengendarai mobil dengan orang yang mengendarai sepeda memiliki level kebahagiaan yang sama karena keduanya telah menjadi "kebiasaan".

0 (belum ada judul)

by Nasirun Khan (Notes) on Wednesday, April 25, 2012 at 1:05pm
Aku tidak tahu bagaimana ini terjadi, segala tentangnya membuatku muak, bahkan senyum dan tertawanya terdengar lebih parau dari lolong anjing di malam buta. Ini sama sekali tidak masuk akal, telah berulang kali kuanalisa apa yang membuatku jijik pada orang itu, tapi aku selalu gagal. Ia adalah orang kebanyakan yang menghabiskan waktu di depan tv dan membicarakan hal remah-temeh dengan tetangga. Seolah tanpa alasan apapun aku selalu merasa jijik melihatnya, mendengar suaranya, apapun yang ia katakan lebih buruk daripada sampah. Aku ingin tahu apakah ada orang lain yang merasakan hal sama padaku seperti aku merasa jijik pada orang itu. Aku selalu menahan diri dan beramah-tamah dengannya demi mengetahui bahwa mungkin juga ada orang lain yang berbuat sama padaku. Tetapi pada saatnya aku akan membungkamnya hingga ia tak bisa lagi berkata kata dengan suara cempreng yang meresahkan, ia tidak lagi tersenyum dan tertawa seperti kuda, akan tiba saatnya ia harus diam dan membiarkanku hidup dengan tenang. Aku tidak ingin melihatnya, aku tidak ingin mendegar suaranya, bahkan aku tidak ingin mengingat kalau ia pernah ada di muka bumi ini, tetapi sungguh sial, suaranya senantiasa terngiang dan tak pernah berhenti tertawa di dalam kepalaku, wajahnya yang kurus terus terbayang dan melayang-layang di udara, terpampang abstrak di tembok-tembok kosong dan di helai-helai daun yang jatuh dimana-mana.
Aku sering mendengar orang-orang yang jatuh cinta pada pandangan pertama, sungguh beruntung mereka, tapi benarkah? Bagaimana dengan benci pada pandangan pertama, itu yang selalu terjadi padaku. Setiap kali melihat orang-orang yang cantik aku langsung membencinya. Mereka adalah orang paling tidak pantas untuk sombong karena semakin cantik orang itu, semakin ia biasa-biasa saja. Tidak ada yang aneh atau menonjol dalam dirinya, wajahnya standar, tingginya standar, warna kulitnya standar, hidungnya standar, matanya standar, sungguh buta orang-orang memuja mereka. Sementara di luar sana tidak banyak orang yang hidungnya bengkok, mulutnya miring, matanya besar satu, dianggap sebagai orang yang jelek hanya karena tidak punya tampang yang standar.
Aku masih membenci orang itu setelah kemarin malam ia datang dan membelikanku nasi goreng yang lezat. Ia adalah salah satu perempuan standar yang bila berjalan selalu merasa bumi menjilati kedua telapak kakinya yang halus dan wangi. Aku selalu membenci senyumnya yang begitu percaya diri karena terbukti telah menekuk lutut para laki-laki yang hanya menggunakan otaknya untuk membayangkan payudara dan vagina yang merah jambu. Aku tidak mengerti kenapa laki-laki selalu menekuk lututnya dengan cara demikian, demi senyum yang standar, kedua mata yang standar dan hidung serta wajah yang simetris. “Ini era posmodernisme bung, segala yang standar dan simetris seharusnya sudah bukan lagi hal yang menarik, cenderung membosankan dan terlalu sederhana”. “Bukan, bang. Ini masih jaman batu primitif, orang-orang ingin melihat isi pakaian dan bermain-main seperti binatang. Kita semua adalah kera dan merindukan musim kawin di atas pohon.” “Tetapi apa artinya moral yang kita pelajari berjuta juta tahun dan ilmu pengetahuan yang telah menembus ruang dan waktu itu?” “Semua itu tidak ada artinya dihadapan senyum yang standar dan wajah yang simetris bang, karena sesungguhnya yang kita sembah-sembah hanyalah itu.” Oh tuhan betapa aku ingin melenyapkan perempuan-perempuan standar itu yang selalu tersenyum dengan percaya diri dan merasa bumi menjilati kaki-kaki mulusnya yang wangi.
Aku sudah berulang kali bilang pada para laki-laki itu bahwa otak kalian adalah otak kera. Darwin benar, kalian adalah kera yang beradaptasi, setelah berjuta-juta tahun kalian semua masih kera. “Berapa harus aku bayar untuk menjadi seekor kera sejati,” kata seorang laki-laki. “Bayar dengan otakmu yang membayangkan bahwa moral itu ada, kau tidak butuh otak, kau hanya butuh berkeringat dan bicara dengan bahasa tubuhmu,” jawab perempuan dengan bibir standar dan wajah simetris. Oh tuhan, betapa aku ingin menghapus percakapan ini dari kepalaku seperti aku ingin menghapus perempuan berkaki halus dan wangi yang merasa bumi menjilati telapak kakinya itu. Tetapi sungguh tetapi, aku mesti menjadi batu di antara patung-patung budha, berlumut dan retak di tangan, kaki, dan semua bagian yang bisa disentuh. Apalah artinya hati yang hangat bila harus bertekuk pada telapak kaki jalang yang selalu diperkosa oleh sepatu hak tinggi.
Berhari-hari ini aku telah memikirkan sebuah pembunuhan yang sulit, membunuh jalang itu dari kepalaku. Malam kemarin, setelah memberikan nasi goreng, perempuan itu memasukkan kepalaku ke dalam kaosnya dengan begitu percaya diri. Ia mengira aku adalah laki-laki yang memuja bentuk standar dan simetris. Dia membenturkan kepalaku dengan keras pada kedua gundukan simetris di dadanya, gigitlah. Tiba-tiba aku merasa otakku terburai di pahanya, menjadi cairan putih yang kental. Inilah pikirku akhir dari otak manusia, menjadi cairan putih kental di paha perempuan yang kau benci, dan kau tidak lagi sanggup mengungkapkan kebencianmu pada kedua paha yang terbuka dan menyedot habis isi kepalamu yang berisi kebencian.

0 choice, validation, and destiny


by Nasirun Khan (Notes) on Tuesday, October 11, 2011 at 6:53am
if i have a beautiful girl friend, if i have a nice expensive car, if i win a competition, if i have more than common people have.....all of that give me validation. people recognize me. my families, my friends, validate me, love me more. from this value, since i am more social than individual creature, my choice is no more my choice anymore. i choose what i expect to choose, my choice is people choice. i do not have choices or people will say you are individual egoistic weirdo antisocial guy. i'm not myself, i'm where i am.

there is an interesting story about transformation. Metamorphosis by Frans Kafka tell us about this. when greg woke up one day in different shape and feature, from nice common social feature become particular special indifidual creature (a cocroach), their families, their friends, society do not validate him anymore. they killed him by refuse him and aleniate him from society.

so i see destiny as social choice rather than individual choice.

0 You will forget what’ve happened today


by Nasirun Khan (Notes) on Monday, May 21, 2012 at 3:31pm
Eat and drink and have sex today, you will forget all of them, in case you will remember them in a glance or two, there won’t be any difference for you nor for me. Your beauty and your happiness are just for this moment, it won’t last long, as well as your ugliness and your misery. What is actually happened and what we will remember later is not necessarily as acurate, there will be a distortion whether for good or for bad.
Since we all will forget what’ve happened today, there is nothing to lose, lose everything and all, this life is just memory and hope. We never really experience anything. There is nothing but conscience. When we lose our conscience, we lose everything. So what I’ve said, what I‘ve heard, what I’ve eaten, my agony, my loneliness, all will fade away and lost forever. There is no sense to be worry of the future. People say that future is unpredictable and we can not know what will happen but actually it’s already happened in the past, future is just repeatation, just like sisyphus carry a heavy stone to the peak of the mountain just to roll down and carry it again to the top.
Actually as psychologists say that whatever happened in the future, it won’t make any different, our happiness and sorrow are all the same. Today, therefore, is our past and our future. If you are smile happily today it means that your entire life is happy, if you feel miserable today it means that your entire life is agony. With this writing I just wanna say, do not miss any chance to smile today, just right now. We create our own happiness and our own sorrow.

0 Tidak Ada Jalan Pulang

Ketika malam tiba, orang-orang mulai terlelap dalam tidurnya, nyamuk-nyamuk yang kalap dan haus darah bergentayangan tanpa memperdulikan hidupnya sendiri. Seekor cicak mondar-mandir dalam dunia yang datar yang kita sebut dinding, ia lahir, hidup dan mati di sana. Jangkrik-jangkrik berteriak menyanyikan lagu yang sama sepanjang hidupnya. Setiap malam semua itu berulang seperti roda berputar dan tak seorangpun memperhatikannya. Di bawah jembatan tua itu anak-anak jalanan tertidur lelap, tidak tahu apa yang harus dipikirkan selain makan dan makan, setelah kenyang mereka tertidur dan ketika lapar menyerang, mereka mengais-kais jalanan dengan gitar plastik.
Mimpi apa malam ini? Tanya si anak jalanan pada temannya keesokan harinya. Aku mimpi makan es krim, jawab temannya lugu. Sehari sebelumnya si anak melihat seorang anak sekolah sedang makan es krim dan es krim itu jatuh tumpah di atas aspal, ia memandanginya sampai es itu mencair dan mengering di bawah terik sambil menelan ludah. Orang-orang melihat si anak jalanan dengan kasihan tapi tidak melakukan apa-apa. Rasa itu muncul dan menghilang lebih cepat dari es krim meleleh di atas aspal yang panas, sepintas lalu, sekelebatan. Lihatlah wajah mereka yang dekil dan licik, kata seseorang yang lewat di jalan kepada teman-temannya. Mereka adalah sampah kota, sebentar lagi mereka akan menebarkan virus HIV kemana-mana.
Anak-anak jalanan itu seperti nyamuk-nyamuk yang kalap dan haus darah, tidak perduli hidupnya yang penting ia makan, juga seperti jangkrik yang menyanyikan lagu yang sama dari waktu ke waktu, juga seperti cicak yang lahir hidup dan mati di dunia datar yang kita sebut jalanan. Mereka adalah binatang. Bukan, mereka jauh lebih malang. Ada hari-hari dimana mereka melihat binatang minum susu hangat dan diselimuti bulu tebal, dicium dan dipeluk, diajak bicara dan diberi nama. Sementara para pejabat hanya menamai mereka anak jalanan, alamat di bawah jembatan, cita-cita menjadi orang sukses tanpa tahu maksudnya, sementara orang-orang punya agama islam ktp, mereka tidak punya ktp dan praktis tidak punya agama.
Jalanan adalah panggung terbuka, anak-anak itu adalah penonton. Setiap hari ada kejadian yang mereka saksikan di jalanan, dramatis kadang-kadang. Suatu malam ada mobil goyang, suatu malam yang lain anak-anak punk teler dan saling meludahi, suatu siang tukang parkir mencuri helm, suatu siang yang lain seorang banci bermasturbasi di bawah pohon. Hari ke hari mobil-mobil mewah bertambah, di dalamnya adalah para dewa dan bidadari, demikian pikir anak-anak itu. Di tempat rambu-rambu lalu lintas mereka menjulurkan tangan mengharapkan sebuah tangan malaikat muncul dari jendela, namun seringnya pintu surga tertutup buat anak-anak seperti mereka. Mungkin bidadari di dalam surga sedang bersenggama dengan malaikat.
Apa doamu sebelum tidur? Kata seorang anak jalanan pada temannya. Aku berdoa besok ada es krim yang jatuh dan aku sempat mengambilnya sebelum meleleh di aspal. Amin amin amin.

Rabu, 17 April 2013

0 Believe it or not, You are for sale

I think about it over and over again, our soul has been sold long long time ago when we believe that money will make us happy. People love/respect others based on how much money they have, what they do for living. There, this story has begun.

We can point out the problem very easily; but the solution is always somewhere, we don't know. Maybe it's not about money at all, it's about power. We used to call the ultimate power God, now, money. People are crazy, they create their own god to rule them. They create a monster just to be afraid of. They destroy their environment just to make them struggle hard to adapt. They work hard tirelessly, living in dirty polluted stinking factory to make a lot of money just enough to pay their medication for living such way. Then you think you are happy doing so. It was religion, the opium of society, now it is money the opium of society. Everything is for sale. So do you. How much you pay for yourself? 

1 I Am Sorry; Life is not a mistake

We say it too much. People think that it's good word to say; Sorry. I don't think so. At least I feel this life is not a mistake at all. Sorry for what? doing mistake is part of our learning process. If we never make one, or even a lot of mistakes, we won't make progress in our life. Yes, all of us make mistakes all of times along our journey in this life; take a wrong direction, have sex with a wrong person, doing stupid things and all.

No regret, just live this life as we desire. Some people believe we have no choice after-all, life is predestine, like a history, no one can change a thing, not the past nor the future. Some others believe that people can change and have freewill. Whatever the case, we need to believe that we are free. We don't really know the truth but our feeling change everything. We feel sorry because we do not enjoy what we do, whatever it is.

Most of the time, people feel sorry because of other people. When we sing (beautifully or not) and many people are very happy, give applause, give compliment, then we feel OK, then we feel happy. The very same case, when we sing (the same song, beautifully or not) and yet many people are very unhappy, they look disgust, they criticize us, then we feel not OK, we feel sorry. If our happiness is depend on other people, it is so fragile and miserable. Socrates teach us how to be confident as we are, but many people, me include, will always look at other people face to know how they respond and what is their opinion. It's so miserable indeed.

Selasa, 16 April 2013

0 Manusia Alfa; Penguasa atau Korban?

Manusia alfa, entah bagaimana istilah ini muncul, adalah manusia unggulan, manusia kelas satu. Never do less than your best, If better is possible, just good is not enough. Doktrin seperti ini kerap kita dengar melalui mulut para motivator. Manusia alfa ini selalu dinisbahkan pada laki-laki, yaitu laki2 yang menjadi idaman betina dan menjadi idola karena kehebatan dan keunggulannya, sebagaimana singa alfa menguasai seluruh betina dalam kawanan.
Kehidupan singa alfa adalah kehidupan yang keras tanpa akhir, akan selalu bermunculan singa2 muda yang baru yang siap menantangnya untuk memperebutkan kekuasaannya. Dalam ranah filsafat kita tidak asing dengan konsep ini, Nietzsche menggambarkan manusia alfa ini sebagai manusia super Ubermench. Hidup bagi manusia alfa adalah ranah perebutan kekuasaan sebagai zero-sum-game, tentang menang dan kalah. Seorang alfa yang menguasai seluruh kawanan.
Kenapa laki-laki harus menjadi alfa? karena tujuan hidup adalah bertahan hidup, dan mesin bertahan hidup adalah betina. Pejantan alfa bisa memilih betina yang subur untuk melanjutkan keturunannya. Dengan demikian pejantan alfa adalah korban seleksi alam, mereka harus melakukannya untuk bertahan hidup. Para pejantan yang meninggalkan arena pertarungan alfa tidak akan mendapatkan betina. Lihatlah mereka yang berada di atas panggung, mereka menjadi idola para perempuan. Dan sesungguhnya kekuasaan yang diperebutkan itu hanyalah tentang kelamin, simbol eksistensi manusia. Menurut Sigmund Freud bahkan pertarungan memperebutkan kelamin ini telah terjadi jauh sebelum kita sadari, sejak bayi anak laki-laki ingin membunuh ayahnya untuk mendapatkan cinta ibunya, hasrat yang terpendam dan tak pernah terucapkan.
Hidup pejantan alfa yang penuh pengorbanan dan perjuangan tidak lebih dari alat bertahan hidup. Bagi Tolstoi, manusia alfa seperti Napoleon Bonaparte dan orang-orang terkenal lainnya hanyalah sebagai penanda bab dalam kitab sejarah hidup umat manusia, satu bab dimulai dan akan ditutup dengan tragis oleh awal bab yang baru, manusia alfa yang lain.
Lihatlah kehidupan modern saat ini, laki2 alfa adalah laki2 yang punya kekuasaan, kekuasaan adalah uang. Semua orang bekerja lebih keras dan lebih lama untuk memperjuangkan status alfa, laki-laki sukses, dan semua itu hanyalah untuk bertahan hidup, untuk mendapatkan kekuasaan meneruskan keturunannya dengan aman. Barangkali kita memang belum beranjak jauh dari logika kebringasan binatang dan ketakutan akan ketiadaan. Hidup untuk bertahan hidup, sebuah konsep yang menempatkan kita pada kapal yang sama dengan semua makhluk hidup di bumi ini.

0 Gender-Gender

Tidak banyak orang yang tahu istilah ini. Kalau harus menerjemahkan dalam bahasa inggris, akan kupilih kata flabby. Kalau harus melafalkannya, lafalnya mirip Genjer-genjer, sebuah lagu daerah yang sangat populer tahun 60-an sebelum pecah pemberontakan PKI tahun 1965. Istilah ini menjadi penting hanya karena aku tidak bisa melupakan kisah dibaliknya.
Bertahun-tahun yang lalu, aku pernah punya mumpi menjadi pelukis. Diantara mimpi-mimpi lainnya, menjadi superman, spiderman, menjadi penyelamat bumi, mimpi menjadi pelukis sangat kuat dalam dadaku yang kecil waktu itu, sekitar SMP. Akhirnya aku memutuskan untuk berkelana seorang diri mencari seorang pelukis yang tinggal dan mendirikan padepokan di kaki gunung Merapi, namanya Ismanto. Masih ingusan dan baru menginjak remaja, aku membulatkan tekad untuk pergi mencari orang itu. Setelah perjalanan cukup jauh dan tersesat dan ditolong orang yang kasihan di sekitar Muntilan, akhirnya aku menemukan seniman hebat itu, Ismanto dan murid-muridnya. Rumahnya seperti gubug besar yang dipenuhi lukisan ala Renaissance dan patung-patung. Mereka betubuh kekar, kotor dan hitam terbakar matahari dengan rambut panjang dan gimbal, atau gembel. Di ruang tengah ada tengkorak manusia yang duduk di singganananya dan didandani dengan menakutkan, tengkorak dengan rambut yang panjang. Konon tengkorak itu didapatkan dari fakultas kedokteran di UGM karena Ismanto adalah pelukis organ-organ dalam untuk fakultas tersebut. Para seniman itu tidak hanya melukis dan mematung, mereka juga bermain reog dengan telanjang hanya menutupi bagian vitalnya dengan celumpring, sejenis selaput bambu yang halus yang akan jatuh ketika bambu sudah tua. Dalam suasana yang horor itu aku tidak bisa tertidur, dan mendengar para seniman itu bercerita tentang persetubuhan-persetubuhan liar dengan para perempuan entah siapa. Di sela-sela tawa mereka, kata gender-gender terucap beberapa kali, dan aku pun mulai menebak-nebak maknanya. Lucu juga setelah bertahun-tahun aku tidak bisa melupakan istilah itu.

0 Saat Berpisah

Kita sudah berpisah bertahun-tahun yang lalu, semua hal yang dulu menyakitkan bahkan untuk dibicarakan sekarang tampak jauh berbeda. Setelah berlalu beberapa waktu, ternyata tidak ada hal yang benar-benar menyakitkan. Bahkan perpisahan itu sendiri bukanlah hal yang menyakitkan. Kita bisa tersenyum sekarang, membicarakan perpisahan ketika itu.
Aku tidak pernah tahu kalau hidup bisa benar-benar berbeda dalam beberapa tahun. Sekarang anakmu sudah belajar berjalan dan memanggilmu mama. Semua orang senang membicarakan masa lalu dengan tatapan menerawang dan senyum mengambang, dulu begitulah yang terjadi, bahkan ingatan kita sedikit berhianat dan mengisi kekosongan yang telah kita lupakan dengan caranya sendiri. Namun kekosongan itu selalu berada di sana, dan kita bisa menyembuhkan segala luka hanya dengan membiarkannya berlalu.
Setiap hari kita berpisah dengan segala hal tanpa tahu apakah akan ketemu lagi atau tidak. Ketika berangkat kerja kita berpisah dengan bapak, ibu, dan kita punya ilusi bahwa kita akan pasti ketemu lagi ketika pulang kerja. Ketika keluar ruangan kita berpisah dengan laptop, buku, meja dan kursi dan kita punya ilusi bahwa ketika masuk ruangan kita akan ketemu mereka lagi. Suatu ketika ilusi itu akan berhianat, ketika kita pulang dan ayah telah tiada, atau ketika masuk ruangan dan laptop itu sudah tidak di sana lagi.
Beberapa tahun ini aku belajar filsafat. Aku masih muda dan harus berbuat lebih banyak kesalahan. Filsafat adalah ilmu yang harus ditakuti orang-orang muda. Tidak ada apa-apa di sana kecuali kekosongan yang abadi, seperti lubang hitam tanpa ujung, bahkan cahaya pun terserap ke sana.
Detik demi detik berlalu, hari demi hari datang dan pergi, kepedihan dan kebahagiaan kita, kemanakah mereka pergi dan haruskan kita sesali saat kita tahu bahwa kita di sini karena kita berpisah dengan segalanya.