January 15, 2014 at 8:36pm
ada seorang wanita sedang duduk di taman. 3 orang laki-laki yang sedang lewat melihat wanita itu.
laki2 pertama berkata: wanita itu sungguh cantik
laki2 kedua berkata: wanita itu biasa saja
laki2 ketiga berkata: wanita itu jelek
ketiganya berkata jujur dan mestinya benar. namun bagaimana mungkin kebenaran saling bertentangan.
dulu aku menganut paham hitam putih, kalau ada 2 hal bertentangan, salah satunya pasti salah atau benar. sekarang yang menjadi persoalan adalah, dari mana kita mengukur salah dan benar? apakah salah dan benar hanya masalah persepsi subjektif dan tidak dapat diukur dan dapat dijadikan patokan untuk semua orang?
belakangan aku menduga bahwa salah dan benar adalah masalah linguistik. Jujur dan bohong hanyalah masalah susunan kosa kata yang kita rangkai dalam kalimat.
Ada sebuah kisah menarik ketika sang nabi menyelamatkan seseorang dari usaha pembunuhan. si calon pembunuh berkata; Muhammad, apa kau melihat seseorang baru saja lewat tempat ini? sang nabi menjawab dengan sedikit bergeser, "sejak saja duduk di sini, saya tidak melihat seorang pun lewat tempat ini"
dengan begitu aku menduga seseorang bisa berkata;" aku tidak pernah tidur bersama wanita itu" (dengan asumsi bahwa dia tidak mungkin tidur pada detik yang sama), atau ia berkata;"aku tidak pernah tidur di tempat yang sama dengan seorang wanita" (dengan asumsi mungkin dia tidur sebelahan, atau wanita itu di atas atau di bawahnya, itu bukanlah tempat yang sama). atau seseorang bisa berkata saya tidak pernah nonton porno seumur hidup, dengan asumsi dia hanya nonton pixel di layar monitor.
aku khawatir bahwa untuk menentukan benar-salah kita mesti mempunyai definisi yang sama dan batasan-batasan yang disepakati bersama. namun siapakah yang bisa menghalangi bila aku punya persepsi yang berbeda dan punya batasan yang berbeda karena bukankah setiap manusia memiliki pengetahuan yang berbeda? paham strukturalisme dan post strukturalisme atau deconstraction sebenarnya tidak benar2 bersilang pendapat mengenai nilai kebenaran. strukturalis berargumen kebenaran ada dalam struktur, sementara deconstraction adalah menyusun ulang struktur baru berdasarkan konteks yang baru, jadi kebenaran ada dalam konteksnya. strukturalis akan berkata botol adalah botol dan itulah kebenaran, sementara dekonstuction berkata botol akan bermakna botol di tempat ia dianggap botol, di tempat lain, benda yang di sebut botoh bisa bernilai sebagai tuhan, palu, tempat duduk, dll, bahwa satu struktur bisa memiliki sejuta makna kebenaran sesuai konteks yang diletakkan pada struktur tersebut.
sekarang bila ada pernyataan bahwa A adalah gadis yang cantik atau Agama B adalah agama yang benar atau Negara C adalah negara yang korup, dimana kita akan meletakkan posisi kita? Bagaimana kita bisa menguji nilai kebenaran pernyataan tersebut?
sungguh kebenaran itu sangat rapuh bisa ternyata ia hanya masalah semantik, kita bisa menggeser maknanya dengan memilih kata yang tepat atau memiliki penafsiran yang berbeda.
Posting Komentar 0 komentar: