Friendship

Friendship
Friendship

Into the Wild

Adventure

Sabtu, 18 Juli 2009

0 Manusia Bisa Mengalahkan Takdirnya

Dari seluruh kata bijak yang pernah kudengar, "Manusia bisa mengalahkan takdirnya" adalah yang terbaik menurutku. Kalimat sederhana ini memiliki makna yang sangat dalam. Bagaimana menjadi demikian?
Takdir
Banyak orang yang berspekulasi tentang takdir. Bila orang tersebut gagal dalam melakukan sesuatu atau berhasil biasanya ia mengatakan bahwa hal itu adalah takdir. Sejak lama manusia dipersepsikan tidak berdaya di hadapan takdir (yang notabene adalah sebuah rahasia itu). Sesungguhnya tak seorang pun tahu takdir yang ditetapkan terhadap dirinya--kalau hal itu sungguh ada. Seringnya yang mereka sebut takdir adalah pandangan masyarakat yang memiliki kepercayaan tertentu terhadap suatu kepastian yang sesungguhnya belum pasti. Orang-orang yang hidup miskin menganggap kemiskinan mereka adalah sebuah takdir. Orang-orang yang mendapatkan keberuntungan juga menganggap hal yang sama.
Kata bijak di atas menolak semua itu. Manusia dengan usahanya dapat mengubah takdirnya. Dalam Al Quran terdapat firman, 'Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum tersebut mengubah nasibnya sendiri'. Dengan demikian takdir manusia adalah menentukan takdirnya sendiri.
Cara seseorang memandang takdir sangat berpengaruh terhadap kehidupannya. Seseorang cenderung menjadi pasif ketika ia percaya bahwa segala sesuatu telah ditentukan dan ia hanyalah boneka yang tidak memiliki kehendak sendiri. Pandangan demikian berangkat dari keyakinan dan pengetahuan yang tidak sederhana seperti halnya juga yang memandang bahwa segala sesuatu tidak ditetapkan begitu saja. Dikatakan bahwa Tuhan mengetahui apa yang telah, sedang, dan akan terjadi karena Ia Maha Mengetahui. Dengan demikian seharusnya Tuhan tidak akan marah pada manusia apa pun tindakannya karena Ia telah mengetahui sebelumnya jauh sebelum manusia itu melakukannya. Juga dikatakan bahwa segala yang terjadi telah tertulis dalam sebuah kitab yang ditetapkan di sisi-Nya. Jadi ketika orang mengira telah melampaui takdirnya sesungguhnya ia sedang menjalani takdirnya. Jika takdir bekerja seperti itu maka manusia benar-benar menjadi mahluk yang paling malang karena jauh sebelum ia ada atau diciptakan ia telah ditentukan akan masuk surga atau neraka. Benarkah manusia diciptakan untuk menjalani takdirnya dengan cara seperti itu?
Barangkali memang benar dilihat dari esensinya seorang manusia tidaklah signifikan di hadapan kehidupan secara keseluruhan. Seorang manusia tidak lebih dari sebutir pasir di pantai yang membentuk sejarah panjang kehidupan. Banyak orang ingin tahu tentang kepastian itu; ingin mengetahui makna hidup yang rentan dan tak bernilai tersebut (jika dilihat dari perspektif yang lebih luas yaitu kehidupan atau sejarah secara keseluruhan). Dalam 'War and Peace' tolstoy menulis bahwa orang-orang yang tampaknya signifikan dalam sejarah seperti Napoleon sesungguhnya hanyalah penanda sejarah dimana ia sama tidak pentingnya atau barangkali justu lebih tidak penting dari kebanyakan orang yang membentuk sejarah itu sendiri. Perintah agama adalah sebuah paradox dimana ia mengharuskan umatnya percaya pada takdir dan menyebutkan bahwa Tuhan telah menentukan segalanya namun pada sisi lain ia menyuruh manusia untuk berbuat sesuatu dan akan menimbang perbuatannya untuk bisa memilah mereka mana yang masuk surga dan mana yang masuk neraka. Sulit untuk memahami hal ini. Dalam praktik kedokteran barangkali seorang dokter telah tahu/yakin bahwa pasiennya akan mati dan tidak dapat lagi disembuhkan namun dokter tersebut tetap menyuruh pasien itu untuk meminum obat. Dalam hal ini keyakinan dokter bisa saja salah dan pasien masih memiliki harapan meskipun sangat kecil untuk sembuh, setidaknya harapan akan suatu keajaiban. Namun takdir adalah suatu hal yang lain, suatu yang mutlak dan Tuhan tidak mungkin ragu-ragu atas keputusan-Nya.
Barangkali takdir itu memang membayangi kita sepanjang hidup ini. Bagaimana seseorang terlahir sebagai laki-laki pada keluarga tertentu pada jaman tertentu sehingga mengenal orang-orang tertentu dan diperlakukan dengan cara tertentu hingga memiliki pandangan tertentu dan melakukan hal-hal tertentu karena memiliki keyakinan tertentu. Segala sesuatu memang memiliki alasan, namun segala alasan itupun berada dalam rangkaian panjang yang sulit untuk dijelaskan dan sulit untuk dipahami kalaupun dapat dijelaskan. Semua orang akan mati adalah sebuah takdir yang tidak terbantah. Lalu, bagaimana manusia bisa mengalahkan takdirnya?
Jika diambil jalan tengah untuk merujukkan paradox tersebut, barangkali yang tertulis di sisi Tuhan sebagai takdir adalah rumusan dasar yang dengan itu manusia dapat mengembangkan dan menciptakan segala sesuatu dalam lingkup rumus tersebut. Hingga takdir itu tidak terjadi begitu saja dari kekosongan namun dari rangkaian panjang sebab-akibat yang rumit namun pasti. Pandangan ini pun sebenarnya tidak memuaskan.

Posting Komentar 0 komentar:

Posting Komentar