Benda-benda itu masih menumpuk di sini, sebuah kenangan dari masa lalu yang sayang dilupakan. Akan tetapi hujan itu terus turun dan mengundang rayap-rayap membangun rumah dimana-mana seperti terowongan yang panjang, dan mereka dengan lahap memakan benda-benda itu yang menyimpan suatu cerita yang lain.
Orang-orang begitu mencitai masa lalu, suatu masa yang tidak akan mereka temui kembali. Dan sekarang ketika hidup dihadapkan pada rutinitas yang membosankan, masa lalu selalu hadir dalam lamunan bersama hujan yang turun tidak henti-hentinya. Orang-orang selalu berkata, “seandainya masa itu bisa kembali, aku akan melakukan sesuatu yang sangat berbeda.”
Mereka yang mencintai masa lalu adalah mereka yang kesepian saat ini, hingga benda-benda yang sudah tidak berguna menjadi sangat berarti dan memberi rasa dekat pada teman-teman lama yang sudah memiliki hdup sendiri dan tidak punya waktu untuk bercengkerama membicarakan sekedar kenangan. Hidup terus berjalan dengan cepat dan meninggalkan sedikit ruang kosong dalam diri setiap orang. Orang-orang berlomba mencari kekayaan seolah-olah setiap orang dilahirkan dan dididik untuk menjadi tamak. Pada sisi yang lain 24.000 manusia mati setiap hari karena kelaparan. Dan mereka sama-sama mengaku tidak punya pilihan.
Manusia menciptakan masalahnya sendiri. Ketika ia memutuskan untuk tinggal dan berkeluarga, yang dihadapinya adalah rutinitas rumah tangga yang membosankan. Pertengkaran-pertengkaran yang tidak pernah terbayangkan menjadi pelampiasan kebosanan dan kekecewaan yang datang entah dari mana. Dan mereka yang tidak berkeluarga hidup bebas dalam kesepian. Setiap hari tergambar bahwa hidup adalah jalan raya yang hiruk pikuk, ramai manusia namun tidak saling mengenal, setiap orang merasa menjadi pusat perhatian tanpa mengetahui arti dan tujuan semuanya itu.
Semakin manusia tua, waktu terasa semakin berharga. Tidak ada lagi bermain-main dengan hujan, mencari ikan di sungai yang keruh selepas hujan, duduk berdiang di depan perapian bercakap-cakap kosong sambil membakar ketela dan jagung. Yang ada hanyalah kerja dan kerja, mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya agar menjadi orang yang lebih di masyarakat. Kita menyaksikan manusia-manusia tua itu berjuang dengan kolesterol dan lemak, namun mereka masih ngotot mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, menumpuk harga diri dan pengaruh di kantor. Mereka makan di restoran mahal, duduk di mobil mahal, memakai setelan mahal, meski mereka tahu yang dibutuhkan jiwa raga mereka hanyalah bermain-main dengan hujan, mencari ikan di sungai yang keruh selepas hujan, dan duduk berdiang membakar ketela dan jagung bersama teman-teman. Mereka berkata, itu hanyalah masa lalu, setiap orang merindukannya namun tak seorang pun mau kembali ke sana.